Kesimpulan
Selain CSR perusahaan yang telah dibahas sebelumnya, masih banyak contoh yang lain. Misalnya saja, Bogasari yang menggandeng dan mendampingi pertumbuhan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah berbasis terigu sebagai bagian dari integrasi CSR mereka dengan supply chain management di tingkat kebijakan strategis. Kalau para pembeli utama mereka sukses karena bantuan mereka, maka akan tercipta relasi saling menguntungkan yang berkelanjutan.
Lalu selanjutnya ada Unilever yang juga mengusung strategi CSR yang nyaris sama dengan Bogasari, namun hanya alur rantainya saja yang terbalik. Mereka melakukan pendampingan terhadap para petani keledai yang menjadi supplier utama mereka. Sebagai pengelola merek terkenal, yaitu kecap bango, yang juga memiliki tingkat demand yang tinggi, kualitas produksi biji kacang yang dipanen serta kelancaran distribusi ke pabriknya menjadi syarat mutlak.
Selain SGC pun, juga ada beragam perusahaan yang mendasarkan pendidikan sebagai dasar kebijakan CSR nya. Program ini bisa memfokuskan diri pada edukasi bagi generasi mendatang, pengembangan kewirausahaan, pendidikan finansial, maupun pelatihan-pelatihan. Misalnya saja PT Astra Internasional yang kali ini telah membentuk Politeknik Manufaktur Astra yang menelan dana puluhan milyar dan juga Yayasan LP3I yang mendiversifikasi lini usahanya menjadi bentuk universitas, bimbel, maupun course center bersertifikasi profesional. Lalu ada HM Sampoerna dengan Sampoerna Foundation yang telah mengucurkan dana tak kurang dari 47 miliar serta PT. Djarum yang turut andil dalam berbagai beasiswa di banyak perguran tinggi serta beasiswa di cabang olahraga bulutangkis.
Isu CSR sepatutnya tidak hanya dilakukan atas dasar dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial, melainkan harus dinaikkan tingkatnya menjadi level kebijakan yang lebih makro dan riil.
Biarkan masyarakat yang menilai sendiri apakah suatu perusahaan layak untuk terus bertahan hidup atau tidak. Dengan perilaku CSR yang demikian baik pada masyarakat sekitarnya, meskipun ada yang namanya ketidakstabilan politik maupun kemerosotan moral dan sosial atau lain-lainnya di perusahaan pusatnya dan cabang-cabangnya di seluruh Indonesia, yang akan membela perusahaan itu pastilah masyarakat sekitar mereka sendiri. Karena pada siapa lagi mereka menggantungkan nasib pendapatan tetapnya selain pada perusahaan yang sudah mempedulikan mereka sedemikian besarnya, jika itu dipandang dari sudut pandang karyawan?
Sangat mudah untuk melakukan CSR, sebenarnya. Asalkan perusahaan sadar bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat sendiri dan apa yang terjadi pada masyarakat adalah masalah mereka juga, maka tidak butuh waktu lama untuk melakukan brainstorming CSR macam apa yang akan dilakukan. Kontribusi perusahaan untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial di negeri ini adalah yang paling penting dan berharga di mata masyarakat.
Memang tidak segampang membalikkan tangan, untuk memperbandingkan CSR yang dicontohkan oleh William Soerjadjaja dengan perusahaan-perusahaan pada zaman sekarang. Kasusnya berbeda tingkatan, struktur masyarakat yang terlibat sudah berbeda, dan paradigma yang dianut tiap pengusaha juga berbeda. Banyak perusahaan yang sudah melakukan CSR dengan usaha terbaik mereka, namun juga siapa tahu banyak juga perusahaan yang melakukannya untuk menutupi kesalahan mereka. Sekali lagi, di zaman informasi yang ditandai dengan kemudahan mengakses data dan fakta yang tersembunyi sekalipun, masyarakat kita juga sudah bisa menilai apakah perusahaan-perusahaan yang ada sudah menjalankan CSR mereka dengan baik atau tidak.
Sudah jelas bahwa CSR sangat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan, maka sudah seharusnya dunia usaha Indonesia masa kini tidak memandang CSR sebagai tuntutan represif yang memberatkan mereka, melainkan sebagai sebagai kebutuhan dunia usaha agar tetap bisa melaksanakan sustainability development program usahanya dan sustainability social responsibility sebagai penyempurnanya.
Jumat, 04 Februari 2011
CSR : Siapa Penerus William Soerjadjaja? (Bagian Terakhir)
Label:
bisnis,
CSR,
industri,
lingkungan,
management,
opini,
strategic
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar