Akhirnya setelah beberapa minggu berada di kota Yogyakarta minggu ini aku bisa kembali ke Gereja Kristen Jawa Karangayu di Puspanjolo, Semarang. Biasalah untuk menunaikan kewajiban dasar untuk beribadah pada Tuhan YME.
Tema kotbah kali ini adalah Religius Yang Benar. Perikop kali ini diambil dari Kitab Perjanjian Baru Injil Matius 7:15-23 tentang Hal Pengajaran Yang Sesat. Demikian sabda tuhan:
15 “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.
16 Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?
17 Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.
18 Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.
19 Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.
20 Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
21 Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bpa-ku yang di sorga.
22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
Maksud Yesus dalam perikop ini adalah untuk memperingatkan para kaum Farisi dan pemuka-pemuka agama Yahudi pada saat itu, yang selalu menganggap diri mereka saleh dengan berkoar-koar, “Demi nama Tuhan” dan selalu berdoa di depan orang banyak. Itu semua demi membentuk pemikiran orang-orang kalau mereka itu saleh dan suci. Namun, Yesus sendiri yang mengecam pemikiran sempit mereka, salah satunya dengan gaya bahasa perumpamaan seperti di atas. Sikap religius mereka adalah sikap religius yang salah.
Lalu seperti apa sikap religius yang benar? Petunjuknya ada pada salah satu perumpamaan Yesus yang lain, yaitu kisah seorang Samaria yang murah hati. Masih ingat? Bagi yang tidak tahu atau lupa silahkan disimak. Yang sudah tahu tetap dibaca, biar imannya semakin bertumbuh.
Ada seorang pengelana yang berjalan dari Yerusalem ke Yerikho. Di tengah jalan ia dihadang sekawanan perampok. Bukan hanya dirampok semua hartanya, tapi juga dipukul dan ditinggalkannya setengah mati. Kebetulan seorang imam lewat jalan itu, melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi, kaum yang setingkat dengan pemuka agama Yahudi, namun juga berbuat hal yang sama dengan imam tadi. Lalu datanglah seorang Samaria, dan tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya dan membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar pada pemilik penginapan itu, katanya : Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
Suatu hal yang ironis, bahwa orang Samaria, yang selalu dianggap sebagai kaum yang najis oleh para pemuka-pemuka agama Yahudi oleh karena mereka sudah berbaur dengan bangsa-bangsa kafir, menunjukkan kasih yang lebih besar terhadap sesama dibandingkan dengan imam dan orang Lewi Yahudi tersebut. Lalu apa hubungannya dengan sikap religius yang benar?
Dasar dari pengajaran agama Kristen adalah yang disebut dengan Hukum Kasih, dimana kita harus mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi kita yang serupa dengan sikap kita yang harus mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Dengan berbuat seperti yang dikehendaki oleh Tuhan Allah, yaitu dengan mengasihi Tuhan dan sesama kita, kita sudah semakin dekat dengan sikap religius yang benar.
Karena itu, kita juga harus mawas diri. Ingat-ingat lagi apa yang sudah kita perbuat untuk Tuhan dan sesama kita. Apakah kita sudah benar-benar melakukan kehendak-Nya? Ataukah kita hanya memakai nama-Nya untuk membenarkan setiap aksi kita kepada sesama manusia? Jangan sampai di hari penghakiman nanti, saat kita berada dihadapan-Nya, Tuhan menjawab seperti yang ada di perikop diatas. Namun kebalikannya, yaitu “Mari hamba-Ku yang beriman, duduklah di sisi kanan-Ku dimana terdapat hidup bahagia yang kekal”.
Minggu, 28 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Calon Pendeta neh! Ckckck... Amin juga deh.
Posting Komentar