Dunia sudah berubah dan benar-benar menjadi horisontal, sehingga untuk menjadi orang nomor satu, entah presiden atau perdana menteri, pendekatan ‘battle of brand’ sudah menjadi kuno! Para kandidat pemimpin negara sudah saatnya harus masuk dalam suatu era ‘battle of character’. Jurnalis dan penulis buku Glenn Smith pernah berkata:
“Advertising and Marketing gurus hve so successfully established the importance of ‘brand’; that we in the political sphere often lose sight of the real core of political argument: character. The distinction is not trivial. Brand is about a list of facts or attributes. It’s character (that) people use in sizing up strangers, checking in on friends, weighing the merit of a politician.”
Pendeknya, brand is nothing without character! Kalau mau membangun brand gampang sekali, pasang saja nama kita di koran beroplah besar dan jangkauan luas, maka brand kita akan menuai ‘instant awareness’. Sekalian saja dibumbui gagasan ‘penuh bunga’ dan statement ‘kecap nomor wahid’. Dijamin deh, akan cepat naik, dan cepat juga dilupakan. Di sisi lain, membangun karakter tidak bisa seperti karbitan belaka. Karena karakter adalah intangible asset krusial (atau bahkan paling krusial) bagi politisi yang pembetukannya melalui proses akumulasi.
Bagaimana karakter para capres kita?
SBY sebagai incumbent menunjukkan karakter yang tenang, tidak buru-buru, semua harus dipikir secara matang dan hati-hati.
JK menunjukkan karakter tipikal sebagai entrepreneur sejati yang maunya adalah get things done as soon as possible yang tercermin dari tagline kampanyenya ‘lebih cepat, lebih baik’.
Mega mencoba mengusung karakter kerakyatan yang dulu pernah menjadi citra partai PDI-P sebagai partainya wong cilik.
Coba kita perhatikan dan analisa lebih mendalam:
Pertama, apakah karakter yang ditunjukkan para capres memang valueable atau berarti pada kita?
Kedua, apa benar karakter yang diusung oleh setiap capres merupakan karakter yang otentiknya yang tidak dibuat-buat semata-mata untuk memenangkan pemilu mendatang?
Ketiga, apakah para capres tersebut didampingi oleh cawapres yang sejalan karakternya?
Keempat, seandainya karakter para cawapres tersebut memang sejalan dengan para capres pasangannya, apakah karakter para cawapres tersebut adalah memang karakter otentik yang memang merupakan DNA-nya?
Semakin banyak jawaban ya yang kita berikan, maka mungkin itulah capres yang akan kita pilih dengan asas ceteris paribus.
INGAT! BUKANLAH SEBERAPA HEBAT SEORANG KANDIDAT BISA MENYERANG ATAU MENJELEK-JELEKKAN PESAINGNYA, NAMUN LEBIH PADA REPUTASI NYATA DARI KANDIDAT ITU SENDIRI.
Artikel terkait di www.markplusclub.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar